Perjanjian pranikah atau perjanjian pra-nikah dikenal dalam bahasa hukum sebagai ‘prenuptial agreement’. Perjanjian ini pada dasarnya adalah kontrak tertulis yang disepakati oleh sepasang calon suami istri sebelum mereka menikah, yang menjelaskan pembagian harta dan kewajiban finansial masing-masing pihak dalam hal terjadinya perceraian, kematian, atau hal lain yang mengakhiri pernikahan.
Sekarang, pertanyaan utamanya adalah, “Apakah perjanjian pranikah bisa dibatalkan bila dikaitkan dengan syarat sah perjanjian?” Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami syarat-syarat sah perjanjian menurut hukum.
Dalam hukum, perjanjian sah jika:
- Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
- Hal yang dijanjikan adalah hal yang diperkenankan oleh hukum dan masyarakat
- Adanya niat baik dari kedua belah pihak
Berangkat dari poin-poin tersebut, jika salah satu atau beberapa syarat ini tidak dipenuhi, maka dapat dikatakan perjanjian tersebut tidak sah atau dapat dibatalkan. Jadi bisa disimpulkan bahwa perjanjian pranikah juga bisa dibatalkan jika mengabaikan syarat-syarat sah perjanjian.
Misalnya, jika ternyata salah satu pihak menandatangani perjanjian pranikah di bawah tekanan atau tanpa pengetahuan penuh tentang apa yang mereka setujui, ini bisa menjadi dasar untuk pembatalan. Demikian pula, jika isi perjanjian bertentangan dengan hukum atau etika masyarakat, perjanjian tersebut juga dapat dibatalkan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa semua hal tersebut dapat menjadi rumit dan berkaitan dengan aspek-aspek legal yang spesifik. Oleh karena itu, dianjurkan untuk selalu mencari nasihat hukum profesional sebelum membuat atau mencoba membatalkan perjanjian pranikah.
Hal ini penting untuk dipahami oleh setiap pasangan yang ingin atau telah menandatangani perjanjian pranikah, agar mereka tidak menghadapi masalah di kemudian hari. Dengan pemahaman yang benar, perjanjian pranikah dapat menjadi alat yang berguna untuk mengelola dan melindungi aset, serta meredakan potensi konflik di masa mendatang.