Ketika kita membahas tentang politik luar negeri suatu negara, seringkali kita melihat bagaimana negara tersebut menjalin hubungan, baik politik, ekonomi, atau sosial, dengan negara lain. Dalam konteks Indonesia, salah satu periode penting dalam sejarah politik luar negerinya adalah masa Demokrasi Terpimpin, yang berlangsung dari tahun 1959 hingga 1966. Periode ini dipimpin oleh Presiden Soekarno dan menandai pergeseran dari sistem demokrasi liberal ke demokrasi terpimpin. Lalu, politik luar negeri Indonesia lebih condong ke arah mana pada masa Demokrasi Terpimpin?
Selama periode Demokrasi Terpimpin, politik luar negeri Indonesia cenderung condong ke arah nonblok, menjaga jarak baik dari Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat, maupun Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Keputusan Indonesia untuk memiliki kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif ini didasari oleh beberapa alasan, di antaranya adalah:
- Pengalaman sejarah: Sejarah penjajahan dan imperialisme yang dialami oleh Indonesia membuat pemerintah ingin menjaga negara ini tetap merdeka dan memiliki kekuatan untuk menentukan kebijakannya sendiri. Dengan menjalankan politik luar negeri yang nonblok, Indonesia dapat menjaga kedaulatannya dan tidak tunduk kepada tekanan dari kekuatan asing.
- Nasionalisme: Soekarno selalu menjadi penganut kuat nasionalisme dan menganggap pembangunan nasional sebagai prioritas utama. Dengan menjaga hubungan yang netral dengan kedua blok, politik luar negeri Indonesia dapat fokus pada pengembangan ekonomi, adat kebudayaan, dan identitas nasional.
- Peranan internasional: Soekarno menginginkan Indonesia untuk memiliki peranan yang penting dalam percaturan politik dunia, terutama di kawasan Asia-Afrika. Kebebasan dan keaktifan dalam politik luar negeri membentuk jati diri yang diperlukan untuk berpartisipasi secara aktif dalam berbagai konferensi dan organisasi internasional.
Meski lebih condong ke arah nonblok, politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin juga menunjukkan beberapa kecenderungan, seperti:
- Kecenderungan pro-komunis: Dalam politik domestik, Soekarno memiliki hubungan yang erat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Hal ini menyebabkan politik luar negeri Indonesia memiliki kecenderungan yang pro-komunis, seperti menjalin hubungan yang lebih erat dengan Republik Rakyat Tiongkok dan Uni Soviet dibandingkan dengan Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya.
- Kebijakan konfrontasi dengan Malaysia: Masa Demokrasi Terpimpin juga menandai periode konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, yang berlangsung dari tahun 1963 hingga 1966. Konfrontasi ini dimulai sebagai reaksi dari pemimpin Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia dan mencerminkan sikap agresif dalam politik luar negeri Indonesia pada waktu itu.
Jadi, jawabannya apa? Pada masa Demokrasi Terpimpin, politik luar negeri Indonesia lebih condong ke arah nonblok, dengan kebebasan dan keaktifan sebagai prinsip utama. Namun, ada beberapa kecenderungan yang menunjukkan orientasi pro-komunis dan agresif dalam kebijakan luar negeri, terutama dalam konteks hubungan dengan Republik Rakyat Tiongkok, Uni Soviet, dan konfrontasi dengan Malaysia.