Peristiwa Angkatan Perang Ratu Adil, dikenal juga dengan peristiwa APRA, merujuk pada pemberontakan yang terjadi pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung, Jawa Barat. Peristiwa ini diprakarsai oleh Kapten Raymond Paul Pierre (Ray) ‘Turk’ Westerling (tentara Belanda yang sudah tidak lagi berdinas) bersama anggota legiunnya. Namun apa yang melatarbelakangi munculnya peristiwa ini?
Latar belakang munculnya peristiwa APRA tidak bisa dilepaskan dari situasi politik dan pemilu yang berlangsung di Indonesia pada waktu itu. Pada tahun 1950, Indonesia berada dalam proses transisi dari masa penjajahan ke masa kemerdekaan. Proses ini meliputi perubahan besar dalam struktur pemerintahan, ekonomi dan sosial. Dalam konteks inilah APRA beroperasi, dengan tujuan untuk menjatuhkan pemerintahan Republik Indonesia yang baru dibentuk dan didirikan kembali Negara Pasundan.
Sebagai latar belakang lainnya adalah keprihatinan Westerling atas perlakuan Belanda terhadap repatrian Indo (orang-orang keturunan Eropa dan Indonesia) setelah suksesi Indonesia. Westerling merasa bahwa Belanda telah mengkhianati Indo dengan membiarkan mereka terbengkalai selepas penyerahan kedaulatan.
Tugas mereka adalah menemukan cara untuk merestorasi kedaulatan Belanda di Indonesia. Mereka melihat kebijakan Indonesia sebagai ancaman bagi kedaulatan mereka dan takut bahwa hal ini akan menciptakan preseden bagi koloni-koloni lainnya untuk menuntut kemerdekaan mereka.
Secara keseluruhan, latar belakang munculnya peristiwa APRA adalah kombinasi dari kompleksitas situasi politik di Indonesia pada saat itu dan rasa kekecewaan Westerling terhadap pemerintahan Belanda. Westerling dan para pengikutnya merasa bahwa restorasi kedaulatan Belanda di Indonesia adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan hak dan pengakuan yang dituntut oleh kaum repatrian Indo. Meskipun gagal dan berujung hukuman mati untuk Westerling, peristiwa APRA menandai babak penting dalam sejarah politik Indonesia.












