Indonesia telah mengalami berbagai fase perkembangan sistem demokrasi sejak kemerdekaannya. Proses pemilihan umum (Pemilu) telah mengalami transformasi dari era ke era. Tulisan ini bertujuan untuk membandingkan pelaksanaan Pemilu pada era demokrasi parlementer (1950-1959) dengan era reformasi (1998 – sekarang).
Masa Demokrasi Parlementer
Masa demokrasi parlementer berlangsung sejak tahun 1950 hingga 1959. Pada periode ini, Indonesia menganut sistem demokrasi liberal dengan melaksanakan pemilihan umum hanya satu kali pada tahun 1955.
Pemilihan umum pada masa ini dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan diawasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pada Pemilu 1955, terdapat lebih dari 80 partai politik yang berpartisipasi, hasilnya tidak mampu menghasilkan mayoritas mutlak dan memaksa pembentukan koalisi antara partai-partai.
Masa ini ditandai dengan penyelenggaraan pemilihan yang jauh dari sempurna. Permasalahan teknis, pelanggaran aturan pemilu dan kekerasan politik menjadi ciri khas dari proses ini. Meski begitu, pemilu 1955 tetap dipandang sebagai simbol demokrasi bagi Indonesia.
Masa Reformasi
Masa reformasi dimulai pada tahun 1998 dan masih berlangsung hingga saat ini. Periode reformasi ditandai oleh berbagai perubahan besar dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia, termasuk perubahan konstitusi dan undang-undang pemilu.
Pemilu pada masa reformasi lebih kompleks dan teratur dibandingkan masa demokrasi parlementer. Pelaksanaan pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen dan dirancang untuk bebas dari pengaruh politik.
Berbeda dengan sistem multipartai dalam demokrasi parlementer, masa reformasi menggunakan sistem pemilihan presiden langsung oleh rakyat. Pada masa ini, jumlah partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu juga berkurang secara signifikan.
Salah satu ciri pembeda lainnya adalah penggunaan teknologi dalam proses pemilihan, seperti pencoblosan elektronik dan penghitungan suara secara otomatis. Ini membantu untuk meningkatkan keakuratan dan kecepatan penghitungan hasil pemilu.
Meski demikian, pelaksanaan pemilu pada masa reformasi juga memunculkan sejumlah tantangan baru, termasuk isu manipulasi elektronik dan kecurangan pemilu yang lebih sofistikasi.
Kesimpulan
Pelaksanaan pemilu pada masa demokrasi parlementer dan masa reformasi menunjukkan perjalanan panjang demokrasi di Indonesia. Pemilu 1955 dalam demokrasi parlementer menjadi tonggak awal dalam sejarah demokrasi di Indonesia, meski dilanda dengan berbagai permasalahan. Sementara pada masa reformasi, proses pemilu semakin berkembang dan teratur, meski tantangan masih tetap ada. Namun, meski berbeda, kedua era ini mencerminkan pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di Indonesia.