Marsilius dari Padua adalah tokoh penting dalam biografi pemikiran politik, terutama pada abad pertengahan. Salah satu gagasannya yang paling terkenal adalah konsep bahwa kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara berada di tangan raja. Langkah ini mencerminkan pemikiran yang dianggap revolusioner pada masanya, menentang gagasan umum bahwa gereja memiliki otoritas tertinggi dalam politik. Mengapa Marsilius berpendapat demikian?
Tatasusila Politik Abad Pertengahan
Terlebih dahulu, kita perlu memahami iklim politik dan sosial pada saat Marsilius hidup. Selama abad pertengahan, Gereja adalah institusi yang dominan, dengan kuasa politik dan spiritual yang sangat besar. Raja dan bangsawan sering kali tunduk pada otoritas gereja, dengan Paus memiliki hak untuk memilih dan mengekskomunikasi raja.
Marsilius dan Kekritikannya terhadap Gereja
Dalam bukunya “Defensor Pacis” (“Pembela Perdamaian”), Marsilius memberikan kritik tajam terhadap Gereja dan pengaruhnya dalam urusan kenegaraan. Dia berpendapat bahwa Gereja harus diasingkan dari politik dan kekuasaannya harus hanya dalam urusan rohani. Uniknya, Marsilius bukan hanya mengkritik kekuasaan Gereja, tetapi juga menyatakan bahwa raja memiliki kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara.
Konsep Kekuasaan Raja Menurut Marsilius
Bagi Marsilius, kekuasaan tertinggi negara ditentukan oleh rakyat, dan bukan oleh Tuhan atau Paus. Konsep kekuasaan ini terlihat sangat modern, dan tampak seperti konsep kedaulatan rakyat. Raja, dalam konsep Marsilius, adalah pemegang mandat dari rakyat. Dengan kata lain, raja adalah wakil dari rakyat yang memiliki kekuasaan untuk memerintah.
Mengapa Raja?
Menurut Marsilius, raja adalah pemimpin yang efektif dalam menjalankan negara, dengan daya tarik utama adalah konsistensi dan stabilitas. Raja juga dipandang sebagai penjaga ketertiban dan perdamaian, yang mampu melindungi rakyatnya dari konflik dan agresi eksternal atau internal.
Selain itu, Marsilius percaya bahwa hanya satu entitas yang mampu memegang kekuasaan tertinggi, dan entitas itu adalah raja, yang klaim kekuasaannya didasarkan pada kemampuan mereka untuk menjaga perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat.
Kesimpulan
Pandangan Marsilius terhadap peran raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara adalah reaksi terhadap dominasi Gereja dalam politik pada era abad pertengahan. Marsilius berpendapat bahwa kekuasaan harus berakar pada rakyat, dan raja sebagai perwakilan mereka adalah pihak yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan menjaga perdamaian. Meskipun konsep ini berlawanan dengan pandangan abad pertengahan umumnya, pemikiran Marsilius ini membuka dasar bagi konsep kedaulatan rakyat yang lebih modern dan demokrasi konstitusional.