Pada tahun 630 M, kaum Muslimin berhasil menaklukkan kota Mekah yang merupakan pusat penting dalam kehidupan sosio-kultural jazirah Arab saat itu. Kendati hadir sebagai momentum yang penting dalam sejarah Islam, takluknya kota Mekah bukanlah hasil dari perjuangan semata-mata. Ada faktor-faktor tertentu yang memudahkan proses penaklukkan tersebut. Salah satu faktor yang sangat dominan adalah strategi diplomasi yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Strategi diplomasi ini terlihat jelas dalam penandatanganan perjanjian Hudaibiya. Perjanjian ini adalah penandatanganan gencatan senjata yang dilakukan antara kaum Muslimin yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW dan suku Quraisy di Mekah. Melalui perjanjian ini, kedua belah pihak sepakat untuk berhenti bertempur selama 10 tahun. Oleh karenanya, perjanjian ini memberikan peluang bagi kaum Muslimin untuk memperkuat posisi mereka dan menyebarkan ajaran Islam lebih luas lagi.
Tentunya, keberhasilan diplomasi ini tak lepas dari peran Nabi Muhammad SAW sebagai pejuang dan pemimpin sekaligus. Dengan kebijaksanaan, kepemimpinan, dan kemampuan diplomasi yang tinggi, Beliau berhasil membangun hubungan baik dengan berbagai pihak dan mendapatkan dukungan yang cukup untuk memperjuangkan visi dan misinya. Ini, tentunya, menjadi faktor kunci dalam melembagakan Islam dan memperjuangkan penaklukkan Mekah.
Dalam konteks yang lebih luas, faktor memudahkan ini bukan hanya menandakan betapa pentingnya strategi diplomasi dalam sejarah Islam. Akan tetapi, hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya pemimpin yang bijaksana dan visioner. Karena itu, pembelajaran penting yang dapat diambil adalah betapa pentingnya kepemimpinan yang efektif dan strategi diplomasi dalam mencapai tujuan-tujuan besar.
Jadi, jawabannya apa? Salah satu faktor yang memudahkan kaum Muslimin menaklukkan Mekah adalah kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW dalam berdiplomasi dan memimpin, yang jelas terlihat dalam penandatanganan Perjanjian Hudaibiya.