Minke, sebuah nama yang sejarahnya telah ditularkan ke berbagai generasi, menjadi titik sentral ketika berbicara tentang pendidikan pribumi selama era kolonial Belanda. Eksklusivitas pendidikan yang diberikan kepada pribumi menjadi sorotan khusus dalam kisah ini, terlebih lagi ketika menyoroti HBS (Hogere burgerschool) Surabaya, sebuah lembaga pendidikan yang sangat dihargai pada masanya.
Sebagai salah satu pribumi yang berkesempatan bersekolah di HBS Surabaya, Minke merupaan tokoh yang memiliki keunikan. Prestasi dan perjuangannya menjadi contoh untuk banyak orang. Dia bukan hanya sekadar mengikuti arus, tetapi menjadikan setiap pengalaman pendidikannya sebagai alat untuk berjuang melawan penindasan.
HBS merupakan sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Belanda untuk anak-anak bangsawan dan elite pada waktu itu, termasuk pribumi yang mampu membayar pajak sekolah. Namun, hanya sejumlah kecil pribumi yang mendapatkan peluang semacam itu. Minke merupakan salah satu dari sedikit individu yang mampu mencapai hal tersebut. Melalui karakter ini, kita bisa melihat bagaimana pendidikan digunakan sebagai alat dominasi oleh kolonialis.
Dengan jeli, Minke memanfaatkan pendidikannya untuk mempertanyakan keterasingan dan ketidakadilan yang dirasakannya. Dia menggunakan pengetahuan dan pemahamannya untuk melawan narasi kolonial yang bercerita tentang inferioritas pribumi. Melalui kisah Minke, kita bisa melihat bagaimana pendidikan bisa menjadi senjata yang ampuh untuk membela hak dan kemerdekaan.
Melalui kisah Minke, kita diberikan lensa untuk melihat dan memahami bagaimana pendidikan pada masa kolonial bisa menjadi alat penindasan sekaligus alat pemberontakan. Sebuah kisah yang mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan hanya soal pengisian pengetahuan, tetapi juga soal pemahaman, pengetahuan diri, dan perjuangan untuk keadilan dan kemerdekaan.
