Dunia modern yang semakin berkembang bukan hanya membawa dampak positif seputar kemudahan dan kecepatan dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi juga menimbulkan dampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah timbulnya perilaku dan sikap yang mementingkan diri sendiri.
Perkembangan teknologi sebagai bagian dari modernisasi di beberapa sisi telah menciptakan masyarakat yang lebih individualis. Kecerdasan buatan dan otomatisasi telah memungkinkan kita untuk melakukan banyak hal tanpa interaksi atau kerjasama dengan orang lain. Meski demikian, pola ini malah melahirkan generasi yang terbiasa untuk mementingkan diri sendiri.
Ungkapan ‘mementingkan diri sendiri’ dalam konteks ini bukan berarti individu tidak boleh memikirkan kebaikan bagi diri sendiri. Setiap individu mempunyai kepentingan pribadi dan berhak untuk memperjuangkannya. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika kepentingan pribadi tersebut diutamakan secara berlebihan hingga mengesampingkan hak dan kepentingan orang lain.
Seiring berjalannya waktu, etos kerja sama dan rasa empati terhadap sesama makin luntur digantikan dengan sikap kompetitif dan mementingkan diri sendiri. Hal ini tergambar jelas dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat modern, mulai dari relasi kerja hingga interaksi sosial sehari-hari.
Di dunia kerja, misalnya, masyarakat modern cenderung berkompetisi dengan rekan kerja mereka untuk mendapatkan promosi atau pengakuan daripada bekerja sama secara efektif untuk mencapai tujuan bersama. Di media sosial, kita sering melihat bagaimana seseorang terobsesi dengan popularitas dan pengakuan pribadi, hingga seringkali mengorbankan privasi atau mengenyampingkan perasaan orang lain.
Fenomena ini bukanlah tanpa akibat. Perilaku yang mementingkan diri sendiri bisa berdampak pada kesejahteraan psikologis dan sosial. Individu dapat merasa terisolasi, stres, dan kehilangan rasa kebersamaan dan empati terhadap orang lain.
Kontras dengan nilai-nilai tradisional yang lebih menekankan pada kerjasama, gotong royong, dan penghargaan terhadap orang lain, fenomena ini menjadi perhatian serius dalam masyarakat modern. Dalam menghadapi tantangan ini, bukan berarti kita harus menolak modernisasi. Sebaliknya, kita harus belajar untuk beradaptasi dan menemukan keseimbangan antara keuntungan teknologis dan nilai-nilai kemanusiaan.
Jadi, jawabannya apa? Jawabannya mungkin terletak pada kemampuan kita untuk merumuskan dan menerapkan etika baru yang dapat merekonsiliasi tuntutan modernitas dengan prinsip-prinsip kemanusiaan. Jawaban lain juga mungkin adalah pendidikan karakter dan moral yang memadai untuk membantu masyarakat modern memahami dan menerapkan prinsip kerjasama, empati, dan saling menghargai. Kerja keras dalam menegakkan nilai-nilai ini sangatlah penting untuk membentuk masyarakat yang sehat dan harmonis di era modern.