Kabinet Sukiman hanya bertahan selama kurang lebih lima bulan sebelum akhirnya jatuh pada tahun 1952. Setelah kejatuhan ini, PPP (Perserikatan Perjuangan) dengan pimpinan Wilopo mengambil alih kekuasaan dan membentuk kabinet baru. Meski diharapkan dapat membawa perubahan positif, namun Wilopo harus menghadapi beberapa tantangan berat dalam masa jabatannya sebagai pemimpin kabinet.
Krisis Ekonomi
Masalah utama yang dihadapi oleh Kabinet Wilopo adalah krisis ekonomi. Indonesia saat itu berada dalam kondisi ekonomi yang kritis. Inflasi melonjak dan perekonomian negara berada dalam kondisi yang sangat tidak stabil. Wilopo memprakarsai berbagai strategi untuk menstabilkan ekonomi, termasuk meminta bantuan dari Bank Dunia. Namun, upaya ini rupanya tidak berhasil menghentikan penurunan ekonomi.
Pemberontakan PRRI/Permesta
Kabinet Wilopo juga harus berhadapan dengan pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) dan Permesta (Perjuangan Semesta). Pemberontakan ini terjadi di berbagai wilayah di Indonesia dan menjadi tantangan besar bagi Wilopo dan kabinetnya untuk menjaga stabilitas dan keutuhan NKRI.
Konflik Dalam Kabinet
Selain itu, konflik internal dalam kabinet juga menjadi tantangan serius yang dihadapi oleh Wilopo. Beberapa anggota kabinet tidak sepakat dengan kebijakan yang diambil oleh Wilopo, yang berdampak pada kerja kabinet.
Kedudukan Presiden Soekarno
Wilopo juga harus berhadapan dengan ketegangan politik yang disebabkan oleh usulan perubahan kedudukan Presiden Soekarno menjadi Presiden Seumur Hidup. Hal ini menciptakan perdebatan politik yang cukup panjang dan mendalam.
Sekalipun menghadapi tantangan berat, Kabinet Wilopo berusaha keras untuk melakukan reformasi di berbagai sektor. Akan tetapi, berbagai tantangan ini akhirnya memaksa Kabinet Wilopo untuk mengundurkan diri pada tahun 1953. Periode ini dikenal sebagai salah satu masa yang paling kritis dalam sejarah politik Indonesia.