Budaya yang sering kali kita temui di lingkungan sekitar dan juga di media massa adalah kecenderungan untuk menyalahkan korban, atau dikenal dengan istilah “victim blaming”. Fenomena ini sering terjadi dalam kasus pelecehan seksual atau kekerasan domestik, di mana korban sering dituduh sebagai penyebab permasalahan tersebut. Meskipun tampak biasa-biasa saja, budaya victim blaming sebetulnya memiliki dampak psikologis yang sangat buruk bagi korban dan juga lingkungan sekitar. Namun, ada beberapa alasan yang sering diberikan oleh masyarakat untuk merangkul budaya menyalahkan korban ini. Harus digaris bawahi, alasan-alasan tersebut adalah kurang tepat dan berikut adalah penjelasannya:
1. Budaya Dan Tradisi
Banyak yang berpendapat bahwa victim blaming adalah bagian dari budaya dan tradisi. Misalnya, kebiasaan menyalahkan korban dalam kasus pelecehan seksual masih kerap dilakukan dengan alasan bahwa perempuan seharusnya berpakaian sopan agar tidak memancing tindakan tidak pantas dari orang lain. Akan tetapi, pendapat tersebut tidak benar. Kebijakan atau tradisi dari suatu masyarakat seharusnya bertujuan untuk melindungi anggotanya, bukan malah memperburuk kondisi psikologis korban.
2. Membangun Kapasitas Diri
Ada yang beranggapan bahwa menyalahkan korban adalah cara untuk membantu individu tersebut membangun kapasitas diri dan belajar dari pengalaman. Namun, sebetulnya ini bukan cara yang tepat untuk membantu seseorang belajar dari pengalamannya. Malah, pendekatan seperti ini dapat menimbulkan trauma dan menghancurkan harga diri korban.
3. Melindungi Diri
Menyalahkan korban juga kerap dilakukan dengan alasan melindungi diri sendiri. Mereka yang menyalahkan korban percaya bahwa mereka akan dapat terhindar dari perilaku destruktif tersebut jika mereka menghindari perilaku yang dianggap telah memicu tindakan tersebut. Namun, ini adalah cara berpikir yang salah. Perilaku destruktif tidak pernah ada hubungannya dengan korban, melainkan lebih berhubungan dengan pelaku.
4. Ketidakmampuan Menghadapi Realita
Menyalahkan korban juga bisa menjadi cara bagi seseorang untuk menghindari rasa takut atau kegelisahan ketika menghadapi realitas bahwa kejahatan dan kekerasan dapat terjadi pada siapa saja. Namun, menyalahkan korban justru merusak empati dan kepekaan seseorang terhadap penderitaan orang lain.
Demikian beberapa alasan yang sering dipakai untuk membenarkan perilaku victim blaming, dan semuanya salah. Victim blaming bukanlah hal yang seharusnya dianggap enteng atau biasa-biasa saja. Ini adalah fenomena yang harus diperangi, karena bukan hanya merusak lingkaran sosial korban, tetapi juga membuat masyarakat menjadi kurang peka terhadap kekerasan dan ketidakadilan.
Jadi, jawabannya apa? Jawabannya adalah bahwa kita harus berhenti menyalahkan korban dan mulai mendukung mereka dalam mengatasi trauma dan memulihkan dirinya. Kita harus mengubah cara pandang kita terhadap korban dan membantu mereka bukan dengan menyalahkan, tetapi dengan penuh pengertian dan empati.