Sejarah umat manusia yang panjang dan penuh kejutan adalah saksi bagaimana setiap individu saling berinteraksi dengan Pencipta. Umat manusia, melalui sejarah dan peradaban, terikat oleh suatu perjanjian yang sangat substansial dengan Pencipta: mengakui dan menyembah-Nya sebagai satu-satunya Tuhan yang memiliki kekuasaan absolut dan tak terbatas.
Fitrah Manusia
Dalam agama Islam, konsep ini dikaitkan dengan term fitrah. Fitrah adalah kodrat alamiah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah. Dalam fitrah ini, manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan memiliki kecenderungan alami untuk mengenali dan menyembah Sang Pencipta.
Konsep tersebut tercantum dalam Al-Qur’an, dalam surah Ar-Rum [30:30] yang berbunyi: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (itulah) fitrah Allah yang telah Allah ciptakan manusia menurut fitrah itu.”
Perjanjian Pra-Adami
Pada sebuah riwayat, ditemukan istilah ‘Perjanjian Pra-Adami’ atau dalam bahasa Arab disebut ‘Al-Mithaq’. Ini adalah perjanjian antara Allah dan jiwa-jiwa manusia sebelum mereka dikirim ke dunia, bahwa Allah adalah Tuhannya.
Al-Qur’an mengungkapkan perjanjian ini dalam Surah Al-A’raf [7:172]: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”
Dalam konteks ini, begitu setiap jiwa lahir ke dunia, maka respon intuitif mereka mengarah pada Tuhan dan penyembahan sejati – sebuah pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan mereka.
Meneguhkan Perjanjian
Namun, perjanjian ini bukanlah tiket gratis untuk melewati kehidupan tanpa tantangan. Setiap individu dituntut untuk meneguhkan perjanjian ini melalui perbuatan dan amal baiknya selama hidup.
Mengingat perjanjian dengan Allah ini berarti menjalankan berbagai tugas yang dipercayakan oleh-Nya dan menjauhi segala tindakan yang bertentangan dengan perintah-Nya. Hal ini dapat dilakukan melalui ibadah, perilaku yang baik, serta tujuan dan cita-cita yang selaras dengan prinsip-prinsip agama.
Jadi, perjanjian manusia kepada Allah bahwa Allah adalah tuhannya – melalui fitrah dan perjanjian pra-Adami – menjadi salah satu konsep dasar yang menuntun kehidupan spiritual dan moral manusia. Perwujudan nyata dari pengakuan dan persembahan ini harus dijalin sepanjang waktu melalui amal saleh dan komitmen kepada nilai-nilai agama.
Jadi, jawabannya apa? Jawaban terletak pada bagaimana kita, sebagai individu, menanggapi pekaan bawaan kita terhadap Sang Pencipta dan bagaimana kita meneguhkan perjanjian ini dalam realitas kehidupan sehari-hari kita. Ini adalah pertanyaan yang perlu kita tanyakan dan jawab dalam perjalanan hidup kita.